Tantangan dan Peluang Bisnis TPST Ekonomi Sirkuler di Tengah Kendala PLTSa Skala Besar
✍️ Sonson Garsoni
Sampah Nasional: Tantangan yang Mendesak
Masalah timbulan sampah di Indonesia menjadi tantangan besar yang memerlukan perhatian serius. Salah satu strategi pemerintah adalah melalui pendanaan Patriot Bond untuk pengembangan teknologi Pengolahan Sampah Terpadu dan Pemanfaatan Energi (PLTSa) sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres).
Konsep ini menargetkan pembangunan PLTSa di kota-kota dengan volume timbulan sampah lebih dari 1.000 ton per hari. Namun, dari sisi teknis dan keberlanjutan, belum ada jaminan pasti bahwa strategi ini akan berhasil. Risiko terjadinya darurat sampah nasional masih sangat mengkhawatirkan.
Kendala Teknis: Karakteristik Sampah Indonesia
Teknologi insinerasi memang sudah terbukti di negara maju. Tetapi, kondisi sampah di Indonesia berbeda:
- Sampah cenderung basah
- Kandungan kalor rendah (±1.500 kkal/kg)
- Padahal, insinerator modern memerlukan ≥2.000 kkal/kg untuk pembakaran efisien
Contoh kasus TPSR Legok Nangka oleh konsorsium Sumitomo–Hitachi Zosen di Bandung Raya menunjukkan hambatan besar. Selama bertahun-tahun proyek belum optimal karena sulit memenuhi syarat kualitas sampah (hasil pemilahan & pengolahan organik di masyarakat).
Kendala Ekonomi: Subsidi Tinggi & Ketergantungan APBN
Selain aspek teknis, masalah ekonomi juga membayangi.
- Harga listrik dari sampah yang diterima PLN hanya USD 0,06–0,08/KWh
- Investor menginginkan harga USD 0,20/KWh
- Selisih harga harus ditanggung APBN
Pengalaman di Bantargebang dengan dana triliunan rupiah, serta TPA lain, membuktikan bahwa hingga kini belum ada success story yang nyata.
Risiko Impor & Waktu Realisasi Lama
PLTSa skala besar berarti belanja impor, karena manufaktur dalam negeri belum punya pengalaman. Waktu realisasi paling cepat 5 tahun. Dalam kondisi darurat sampah, menunggu 5 tahun jelas bukan solusi yang cepat.
Alternatif Solusi: TPST Skala Kecil & Menengah
Diperlukan solusi desentralisasi berbasis TPST skala kecil-menengah yang:
- Dikelola koperasi, swasta, atau BUMD
- Berbasis tata kelola BLUD (Badan Layanan Umum Daerah)
- Tidak bergantung APBN/D
- Waktu pembangunan singkat (3 bulan – 1 tahun per unit)
Model ini tidak hanya mengatasi masalah sampah lebih cepat, tetapi juga mendorong ekonomi sirkuler:
♻️ Pemulihan material
♻️ Energi terbarukan
♻️ Produk turunan bernilai ekonomi (biochar, briket, pupuk organik, biogas)
Penutup
Dengan penerapan TPST skala kecil-menengah yang realistis, Indonesia dapat:
- Mengurangi risiko krisis sampah nasional
- Memperkuat ketahanan lingkungan
- Membuka peluang bisnis baru bagi masyarakat dan koperasi
Ekonomi sirkuler berbasis sampah bukan hanya solusi teknis, tetapi juga strategi bisnis berkelanjutan untuk masa depan Indonesia.
✍️ Sonson Garsoni (SG)
(15 September 2025)
Tentang Penulis
Sonson Soni Garsoni – Founder PT Cipta Visi Sinar Kencana (KencanaOnline.com),
Ketua Umum ASKKINDO (Asosiasi Konsultan Non Konstruksi Indonesia),
Founder EnviGo SKD